Injil hari ini berkisah tentang penyembuhan yang dilakukan Yesus terhadap seorang yang buta sejak lahir. Secara medis, seorang dokter pernah mengatakan bahwa sekitar 80% dari segala hal yang kita pelajari berasal dari penglihatan kita. Apa yang kita pahami, apa yang kita ketahui sebagai kenyataan, seringkali berakar pada apa yang bisa kita lihat. Dalam hal ini, buta atau tidak bisa melihat menunjukkan bahwa kemampuan kita untuk memahami tidaklah lengkap. Walaupun patut kita akui juga bahwa orang-orang yang buta secara fisik seringkali memiliki persepsi sensorik yang lebih baik dan kapasitas mental yang lebih unggul daripada orang-orang yang bisa melihat. Misalnya mereka lebih baik dalam memahami kalimat dengan konstruksi tata bahasa yang kompleks.
Untuk dapat melihat secara penuh – khususnya dari perspektif fisiologis – memang dibutuhkan cahaya. Cahaya tidak hanya menghilangkan bayangan; ia juga menambahkan warna. Hal ini bisa memiliki implikasi serius bagi seseorang yang lahir buta yakni, menghambat pertumbuhan pribadi, menghalangi perkembangan psikologis, bahkan mempengaruhi kesempatan sosial dan ekonomi. Kehilangan penglihatan, atau kehidupan dengan kebutaan, juga bisa memiliki dampak yang sangat besar pada kesehatan mental, sering kali menyebabkan depresi, kecemasan, isolasi sosial, dan ketakutan.
Akan tetapi, apa yang terjadi ketika Kristus masuk ke dalam kehidupan seseorang? Ketika Yesus bertemu dengan seorang yang lahir buta, Ia menunjukkan dengan cara yang meyakinkan dan dramatis pemakluman diriNya sebagai “cahaya dunia”. Dengan memberikan penglihatan kepada orang yang buta sejak lahir itu, Yesus tidak hanya mengembalikan salah satu dari inderanya yang tidak berfungsi sejak lahir. Lebih dari itu, Yesus juga memberinya kemampuan untuk memahami lebih penuh, dan secara harfiah memiliki visi tentang dunia di sekitarnya, yang sebelumnya tidak pernah ia pahami melalui indera persepsi sangat yang penting ini. Dengan memberinya penglihatan, Yesus juga memberinya kekuatan untuk membedakan warna dan kompleksitas baru dari dunia yang diungkapkan melalui penglihatan. Dengan menghilangkan kegelapan yang telah menimpa orang itu sejak lahir, Yesus juga menghilangkan ketakutannya terhadap yang tidak diketahuinya. Dan pada khirnya, Yesus juga dapat mengembalikan martabatnya. Dalam konteks Palestina abad pertama, mengembalikan penglihatan seseorang berarti memungkinkannya menjadi bagian dari masyarakat, yang dapat mengakui nilai dan martabatnya sebagai manusia, sehingga ia tidak lagi diperlakukan atau merasa diri seperti orang asing yang terbuang dan disingkirkan. . Di mata Allah, memang tidak ada keraguan sedikitpun tentang martabatnya sebagai manusia yang adalah citra Allah sendiri. Akan tetapi, sebagaimana nabi Samuel dalam bacaan pertama, terlalu sering kita melihat seseorang, khususnya mereka yang cacad, miskin dan pengemis, tidak seperti yang dilihat oleh Allah.
Pada Minggu ke-4 masa Prapaskah yang biasa disebut Minggu Laetare (“Bersukacita”) ini, Gereja universal bergembira dan bersukacita karena Yesus, Anak Manusia, datang ke dunia untuk menyelamatkan kita dari kegelapan, menjadi terang dan gembala hidup kita, dan membawa kita ke dalam kepercayaan yang bersinar. Dengan misteri Inkarnasi, penjelmaan sang Sabda menjadi manusia, Allah telah memimpin dan menuntun umat manusia yang berjalan dalam bayang-bayang kegelapan ke dalam terang iman, dan telah membawa mereka yang dilahirkan dalam perbudakan dosa melalui air baptis untuk menjadikan mereka anak-anak angkat-Nya yang tertebus.
Tidak dapat disangkal bahwa secara spiritual, kita semua sebenarnya terlahir buta, terasing dari terang iman dan kasih karunia Tuhan karena dosa asal. Akan tetapi, karena kasih-Nya kepada kita, Allah mengirimkan Anak yang Diurapi-Nya, Tuhan kita Yesus Kristus, yang dalam Perjanjian Lama diwakili oleh Raja Daud (bdk. 1Sam 16), sebagai “terang dunia… agar mereka yang tidak melihat dapat melihat” (Yoh 9:5, 39). “Dahulu kita tidur dan berada dalam kegelapan, tetapi sekarang – oleh kuasa Kematian dan Kebangkitan Tuhan, kita telah dilahirkan kembali dalam Sakramen Pembaptisan sehingga kita adalah terang dalam Tuhan….yang hidup sebagai anak-anak terang” (Ef 5: 8-9). Hendaklah kita hidup sebagai anak-anak terang kebenaran, keadilan, kasih dan kebaikan, sembari meniru pemberian diri Kristus. Dia telah menyelamatkan kita dari lembah kegelapan dosa dan kematian, dan akan menemani kita dalam kehidupan ini menuju padang rumput yang hijau dan cahaya yang damai dari istirahat dan kebahagiaan kekal. Namun, untuk sembuh dari kebutaan rohani, kita perlu memohon kasih karunia dari Allah, sembari berusaha mengatasi kebanggaan dan arogansi diri serta egoisme yang cenderung mementingkan diri sendiri, yang membuat kita buta akan kekurangan kita sendiri serta kebutuhan orang lain, sebagaimana ditunjukkan kaum Farisi. Inilah kejahatan keji yang menolak pertolongan kasih karunia Allah, dan mencegah Dia berkarya untuk kebaikan dan keselamatan semua orang.
Karena itu, hendaknya kita senantiasa terbuka dalam memberikan tanggapan positif terhadap Kristus yang datang ke dunia ini untuk membawa visi, kejelasan, dan cahaya dalam hidup kita. Mukjizat penyembuhan orang yang buta sesungguhnya mengkonfirmasi kuasa Kristus untuk mengubah mereka yang terluka, yang hancur, dan yang hidup dalam kegelapan – dalam hal ini, yang membuat orang buta dapat melihat untuk pertama kalinya dalam hidupnya. Dengan membawa cahaya, Yesus membawa kejelasan, pemahaman, dan kebenaran. Dalam hal ini, firman pertama Tuhan yang dicatat dalam kitab Kejadian, “Hendaklah ada terang” (Bdk. Kej 1:3-5), kini ditegaskan kembali dan mempunyai arti yang utuh dalam Yesus Kristus, sang Cahaya dunia.
Para ilmuwan mengatakan bahwa lensa mata membantu memfokuskan cahaya dan mempertajam apa yang dapat kita lihat. Dengan cara yang sama, ketika kita melihat kehidupan melalui lensa mata Kristus, kita akan melihat dunia dengan cara yang sama-sekali baru dan berbeda. Ternyata bahwa tidak semua kebutaan bersifat fisik. Dan tentu saja, tidak semua orang yang buta secara fisik menganggap diri mereka hidup dalam kegelapan. Baik orang yang dapat melihat maupun mereka yang buta secara fisik perlu bertanya pada diri sendiri, dalam hal apa kita hidup dalam kegelapan? Bayangan atau kegelapan sosial dan spiritual apa saja yang perlu dihilangkan oleh Kristus? Bagaimana Kristus dapat membantu kita memahami apa yang perlu kita ketahui secara lebih utuh?
Yang jelas, sebagai anak-anak terang, putera-puteri cahaya, serta orang-orang tertebus, kita semua diberi tugas untuk menyinari setiap kegelapan, dan mendukung semua orang yang rindu hidup dalam cahaya Kristus. Mudah-mudahan….Amin!!!