Siapakah Yang Sama Dengan Allah?

Menyangkal Diri dan Memikul Salib

0 61

Kecenderungan umum manusia adalah cari enak, cari gampang, cari yang serba menyenangkan dan memberi rasa aman, walaupun palsu. Maka cara-cara licik sekalipun akan ditempuh demi mencapai kepuasan palsu yang mendominasi hati. Ada pengetahuan akal budi bahwa itu salah, itu bertentangan dengan norma agama dan norma sosial. Tapi hasrat dari dalam tak terbendung. Sulit dikendalikan. Maka jadilah aneka perbuatan yang menyimpang dari kebenaran demi tercapainya tujuan kecenderungan palsu tadi.

Inspirasi Mrk 8:27-35

Perikop Mrk 8:27-35 berbicara tentang dua hal. Pertama pertanyaan Yesus tentang siapa Dia, dan kedua pemberitahuan tentang penderitaanNya. Pada bagian pertanyaan yang ditujukan kepada murid-murid, Yesus dua kali bertanya tentang diriNya: apa kata orang tentang Dia dan apa kata para murid sendiri tentang Dia. Atas pertanyaan pertama ada tiga jawaban yaitu Yohanes Pembaptis, Elia, dan salah seorang dari antara para nabi. Jawaban ini memperlihatkan bahwa publik yang mengenal Yesus tidak sampai pada jatidiriNya yang sebenarnya.

Yohanes Pembaptis dikenal publik sebagai orang yang membaptis di sungai Yordan dan mengajak orang bertobat untuk menerima kedatangan Mesias. Mesias telah di ambang pintu. Situasinya mendesak. Orang harus membuat keputusan untuk bertobat dan disucikan untuk layak menerima Mesias. Yohanes kemudian mati dibunuh oleh Herodes. Ketika Herodes mendengar tentang Yesus, dia berpikir bahwa Yesus adalah Yohanes yang muncul kembali (Mrk 6:16) sebagaimana pikiran banyak orang (6:14).

Elia adalah salah satu nabi penting dalam Perjanjian Lama. Dia melakukan banyak mujizat termasuk membangkitkan orang mati. Publik melihat apa yang dilakukan Yesus dan mereka mengingat kisah Elia. Maka Yesus dipandang sebagai Elia baru.
Salah seorang dari antara para nabi adalah ungkapan pengenalan publik bahwa Yesus itu seperti nabi-nabi lainnya. Nabi adalah utusan Tuhan yang menyampaikan kehendak Tuhan. Dalam Perjanjian Lama dikenal suara nabi yang berseru: Beginilah firman Tuhan, Allah Israel. Pengenalan seperti ini memang kelihatan dangkal. Yesus tidaklah seperti para nabi lainnya yang berkata bukan dari dirinya sendiri, melainkan meneruskan firman Tuhan. Yesus justeru ketika berbicara, tidak seperti nabi lainnya. Dengan tegas Ia mengatakan: Aku berkata kepadamu. Pernyataan ini penuh wibawa. Keluar dari diriNya sendiri sebagai yang memiliki otoritas ilahi.
Dari gambaran di atas kelihatan bahwa tingkat pengenalan orang-orang itu tidak mendalam. Mereka tidak mengenal Yesus sampai ke kedalaman. Hanya sebatas seperti nabi-nabi Perjanjian Lama.

Jawaban dari para murid berbeda. Petrus yang mewakili para murid lainnya mengungkapkan jatidiri Yesus yang sebenarnya. “Engkaulah Mesias, Anak Allah.” Jawaban ini bukan saja jawaban intelektual belaka. Ini adalah jawaban iman. Di dalamnya terungkap tingkat pengenalan yamg lebih dalam, sekaligus ungkapan iman akan Yesus sebagai Mesias dan Anak Allah.
Bagian kedua injil berisi pemberitahuan tentang penderitaan Yesus dan tanggapan para murid yang lagi-lagi diwakili oleh Petrus. Petrus pada babak sebelumnya begitu apik tampil sebagai murid yang mengenal Yesus, justeru pada babak ini babak belur ditegur Yesus. “Enyahlah iblis!” Petrus pada babak ini mengungkapkan sisi kelemahan dalam pengenalannya akan Yesus. Bagi dia, Yesus sebagai Mesias seharusnya Mesias yang pemenang, bukan yang kalah dan menderita. Maka dia tidak terima kalau Yesus harus menderita. Itu tidak sesuai dengan gambarannya tentang Mesias dengan prototipe Daud, sang Raja Israel terurapi yang selalu menang perang. Gambaran Petrus ini kiranya juga ada dalam benak banyak orang yang menghendaki Yesus sebagai raja Mesias politik yang dapat menghancurkan penjajahan Romawi.

Inspirasi Injil

Dari ulasan teks di atas, ada dua butir inspirasi untuk kehidupan kristiani masa kini. Pertama, mengenal Yesus secara mendalam semestinya berangkat dari pengalaman personal akan Yesus, dan bukan berdasarkan perkataan orang yang mengambang. Petrus dan kawan-kawannya mengenal Yesus sampai pada tahap itu karena mereka mengalamiNya dalam relasi personal. Ada kedekatan spiritual denganNya, yang melampaui kedekatan fisik belaka. Kedekatan spiritual ini berkembang menjadi kuat dan matang melalui olah rohani intensif. Murid Kristus masa kini hendaknya memiliki basis rohani yang kuat untuk tetap mengenal Yesus yang sejati, di antara aneka tipuan pengajaran tentang Yesus yang seolah-olah sejati. Yesus yang sejati adalah Yesus yang memikul salib. Jalan salib adalah bagian dari hidup Yesus yang menyelamatkan manusia.

Kedua, dengan basis pengenalan yang mendalam dan benar akan Yesus, orang beriman dapat memahami jalan hidupNya dan mengikuti Dia dalam jalan tersebut. Sebab Dia telah bersabda, “Barangsiapa mau mengikuti Aku, dia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku.”
Penegasan Yesus dalam hal kemuridan atau mengikuti Dia, menjelaskan syarat yang mesti dipenuhi seorang murid. Syarat penyangkalan diri dan memikul salib adalah bagian terberat dalam kemuridan sejati. Kecenderungan manusiawi adalah mencari yang ringan, gampang, mudah untuk kesenangan diri. Cara hidup Yesus justeru berbanding terbalik dengan kecenderungan dunia. Menyangkal diri adalah sikap menolak kecenderungan dunia yang menggiurkan tetapi menyesatkan dan membinasakan. Menyangkal diri berarti berani menolak kompromi dengan kejahatan dalam bentuk apapun. Arti lain adalah berani melepas ego yang memperbudak, berani melawan arus penyimpangan yang merusak tatanan hidup kristiani.

Memikul salib itu berat. Setiap orang memiliki salib. Tetapi sebagai orang kristiani, salib yang sama adalah salib cinta kasih yang berkorban. Cinta yang berkorban itu berat. Tapi harus dipikul. Dalam cinta yang berkorban ada kebaikan, kebenaran, ketulusan, keadilan, pengampunan, pengertian. Memikul salib berarti menghayati krbaikan, kebenaran, ketulusan, keadilan, pengampunan, pengertian dan nilai-nilai kristiani lainnya dengan konsekuen. Walau diterpa godaan yang melemahkan, menggiurkan, dan menyesatkan, seorang murid Kristus hendaknya tetap gigih memikul salib.
Bertahan dalam kebenaran adalah memikul salib. Terjerumus dalam kejahatan adalah membuang salib. Mengikuti kecenderungan dunia dan tenggelam dalam arus kejahatan duniawi adalah membuang salib. Hal ini tentu bertentangan dengan jatidiri kekristenan di mana memikul salib adalah bagian hakiki.

Mengikuti Yesus tidak berarti berjalan di belakang atau mengekor. Makna fisik itu tidak dimaksudkan oleh Yesus. Mengikuti Dia berarti menghidupi cara berpikirNya, cara bertutur kataNya, cara bertindakNya. Singkatnya mengikuti Yesus berarti menghayati hidupNya. Maka segala pikiran, tutur kata dan perbuatan yang bertentangan dengan Dia, seyogyanya dijauhkan atau disingkirkan. Dengan demikian kita menjadi murid sejati, yang mengikuti Yesus sejati. Semoga….

Rm. Siprianus S. Senda
Alumnus Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira

Leave a comment