Siapakah Yang Sama Dengan Allah?

DIBERKATILAH DIA YANG DATANG DALAM NAMA TUHAN!!!

Minggu Palma/B

0 97

Minggu Palma adalah pintu gerbang besar menuju Pekan Suci, minggu di mana Tuhan Yesus mengarahkan langkah-Nya menuju puncak keberadaan-Nya di dunia ini. Ia pergi ke Yerusalem untuk memenuhi Kitab Suci dan digantung di kayu Salib; sebuah takhta, dari mana Ia akan memerintah selamanya, menarik kepada-Nya umat manusia dari segala usia dan menawarkan kepada semua rahmat penebusan.

Kita tahu dari Injil bahwa Yesus telah memulai perjalanan-Nya menuju Yerusalem bersama Keduabelas murid-Nya, dan sedikit demi sedikit sekelompok besar peziarah bergabung dengan mereka. Santo Markus mengatakan bahwa ketika mereka meninggalkan Yerikho, ada “kerumunan besar” yang mengikuti Yesus (lih. 10:46). Pada tahap akhir perjalanan, terjadi suatu peristiwa khusus yang meningkatkan rasa harap atas apa yang akan terjadi, dan memusatkan perhatian bahkan lebih tajam pada Yesus.

Di sepanjang jalan, ketika mereka meninggalkan Yerikho, seorang buta yang duduk meminta sedekah pun tampil, Bartimeus namanya. Begitu dia mendengar bahwa Yesus dari Nazaret sedang lewat, dia mulai berteriak: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” (Mrk 10:47). Orang-orang mencoba menyuruhnya diam, tetapi sia-sia; sampai Yesus menyuruh mereka memanggilnya dan mengundangnya untuk mendekat. “Apa yang kau inginkan agar Aku perbuat bagimu?”, tanya Yesus. Dan jawabnya: “Guru, semoga aku dapat melihat” (ayat 51). Yesus berkata: “Pergilah, imanmu telah menyelamatkanmu.” Bartimeus mendapatkan penglihatannya kembali dan mulai mengikuti Yesus di sepanjang jalan (Mrk 10: 52).

Dan begitulah, setelah tanda ajaib ini, disertai dengan teriakan “Anak Daud”, getaran harapan Mesias menyebar di antara orang banyak, menyebabkan banyak dari mereka bertanya: “Yesus ini, yang mendahului kita menuju Yerusalem, bisakah Dia menjadi Mesias, Daud yang baru? Dan saat Dia hendak memasuki Kota Suci, apakah saatnya telah tiba ketika Allah akhirnya akan memulihkan kerajaan Daud?”

Persiapan yang dilakukan oleh Yesus dengan bantuan murid-murid-Nya, bertujuan untuk meningkatkan harapan ini. Seperti yang kita dengar dalam Injil hari ini (Mrk 11:1-10), Yesus tiba di Yerusalem dari Betfage dan Bukit Zaitun, yaitu rute yang seharusnya dilewati oleh Mesias. Dari sana, Ia mengirim dua murid-Nya mendahului-Nya, menyuruh mereka membawa seekor keledai muda yang mereka temukan di sepanjang jalan. Mereka memang menemukan keledai itu, melepaskan ikatannya dan membawanya kepada Yesus. Pada titik ini, semangat para murid dan para peziarah lainnya terguncang oleh kegembiraan: mereka melepaskan mantel mereka dan meletakkannya di atas punggung anak keledai; yang lain membentangkannya di jalan yang akan dilalui Yesus ketika Ia mendekat untuk naik keledai. Kemudian mereka memotong daun pohon dan mulai berteriak-teriak dengan penggalan kalimat dari Mazmur 118, berkat-berkat kuno para peziarah, yang dalam konteks itu mengambil karakter pemakluman Mesias: “Hosanna! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan! Diberkatilah kerajaan bapa kita Daud yang datang! Hosanna di tempat yang maha tinggi!” (Mzm 118: 9-10). Teriakan perayaan yang dilaporkan oleh keempat penginjil ini adalah teriakan berkat, sebuah himne kegembiraan. Hal itu mengekspresikan keyakinan yang bulat bahwa dalam Yesus, Allah telah mengunjungi umat-Nya, dan Mesias yang dinantikan akhirnya datang. Dan semua orang yang ada di sana, tumbuh dalam harapan akan karya yang akan diwujudkan Kristus, begitu Dia telah memasuki kota.

Tetapi apa isi, getaran batin dari sorak-sorai sukacita ini? Jawabannya ditemukan di dalam seluruh Kitab Suci, yang mengingatkan kita bahwa Mesias memenuhi janji berkat Allah, janji asli Allah kepada Abraham, bapa semua orang beriman: “Aku akan menjadikan engkau bangsa yang besar dan memberkati engkau … dan oleh engkau segala kaum di bumi akan mendapat berkat” (Kejadian 12:2-3). Inilah janji yang selalu dipegang oleh Israel dalam doa, terutama dalam doa Mazmur. Karena itu, Dia yang disoraki khalayak sebagai yang diberkati,  adalah juga Dia yang di dalam DiriNya seluruh umat manusia akan diberkati. Dengan demikian, dalam terang Kristus, umat manusia melihat dirinya sendiri disatukan sedemikian mendalam dan, seakan diliputi oleh mantel berkat ilahi, sebuah berkat yang menembus, menopang, menebus, dan menguduskan segala sesuatu.

Di sini kita menemukan pesan besar pertama yang dibawa hari raya ini kepada kita: undangan untuk mengadopsi pandangan yang benar terhadap seluruh umat manusia, terhadap bangsa-bangsa yang membentuk dunia, terhadap budaya dan peradaban yang berbeda-beda. Pandangan yang diterima oleh orang beriman dari Kristus adalah pandangan yang memberkati: pandangan yang bijaksana dan penuh kasih, mampu memahami keindahan dunia dan merasa kasihan atas kerapuhannya. Melalui pandangan ini bersinarlah pandangan Tuhan sendiri kepada orang-orang yang Ia kasihi dan kepada Ciptaan, karya tangan-Nya. Kita membaca dalam Kitab Kebijaksanaan: “Tetapi Engkau penyayang kepada semua, karena Engkau dapat melakukan segala sesuatu, dan Engkau melihat lewat dosa-dosa manusia, agar mereka bertobat. Karena Engkau mengasihi segala sesuatu yang ada dan tidak ada kebencian bagi-Mu atas apa pun yang telah Engkau buat … Engkau mengampuni segala sesuatu, karena semuanya adalah milik-Mu, ya Tuhan yang mengasihi orang yang hidup” (11:23-24, 26).

Marilah kita kembali ke bagian Injil hari ini dan bertanya pada diri kita sendiri: apa yang sebenarnya terjadi di dalam hati mereka yang memuji Kristus sebagai Raja Israel? Jelas, mereka memiliki gagasan mereka sendiri tentang Mesias, gagasan tentang bagaimana Raja yang dinantikan selama ini, dan yang dijanjikan oleh para nabi itu seharusnya bertindak. Tidak dengan kebetulan, beberapa hari kemudian, ketimbang memuji Yesus, orang-orang Yerusalem akan berteriak kepada Pilatus: “Salibkan Dia!” Sedangkan para murid, bersama dengan orang-orang lain yang telah melihat dan mendengarkan-Nya, akan terdiam dan tercerai-berai. Mayoritas sebenarnya merasa kecewa dengan cara Yesus memilih untuk mempersembahkan diri-Nya sebagai Mesias dan Raja Israel.

Inilah inti dari hari raya ini, juga bagi kita. Siapakah Yesus dari Nazaret bagi kita? Apa gagasan kita tentang Mesias? Apa gagasan kita tentang Allah? Inilah pertanyaan-pertanyaan penting, yang tidak bisa kita hindari, terutama karena selama pekan ini kita dipanggil untuk mengikuti Raja kita yang memilih Salib sebagai tahtanya. Kita dipanggil untuk mengikuti Mesias yang menjanjikan kepada kita, bukan kebahagiaan duniawi yang mudah, tetapi kebahagiaan surgawi, sukacita ilahi. Kita seharusnya bertanya pada diri kita sendiri: apa harapan sejati kita? Apa kerinduan terdalam kita, dengan datangnya kita ke sini hari ini untuk merayakan Minggu Palma dan memulai perayaan Pekan Suci kita?

Sesungguhnya hari-hari ini membangkitkan dua perasaan khusus dalam diri kita: puji, mengikuti contoh mereka yang menyambut Yesus ke Yerusalem dengan seruan “Hosanna!”, dan syukur, karena dalam Pekan Suci ini Tuhan Yesus akan memperbaharui karunia terbesar yang bisa kita bayangkan: Dia akan memberikan kepada kita hidup-Nya, tubuh-Nya, dan darah-Nya, kasih-Nya. Tetapi kita pun harus menanggapi karunia yang begitu besar ini dengan layak, yaitu dengan memberikan diri kita, waktu kita, doa kita, dan memasuki sebuah komuni/persekutuan kasih yang mendalam dengan Kristus yang menderita, mati, dan bangkit bagi kita.

 

Para Bapa Gereja awal melihat simbol dari semua ini dalam tindakan orang-orang yang mengikuti Yesus pada saat Dia memasuki Yerusalem, tindakan membentangkan jubah/pakaian mereka di depan Tuhan. Di hadapan Kristus – kata para Bapa Gereja – kita harus membentangkan hidup kita, diri kita sendiri, dalam sikap syukur dan penyembahan. Sebelum mengakhiri permenungan ini,  marilah kita dengarkan sekali lagi kata-kata salah satu Bapa Gereja awal, Santo Andreas, Uskup Kreta: “Maka kita sendirilah yang harus kita bentangkan di bawah kaki Kristus, bukan pakaian/jubah atau ranting tanaman yang tak bernyawa atau tunas pohon, materi yang layu dan hanya menyenangkan mata untuk beberapa jam saja. Tetapi kita telah mengenakan diri kita dengan kasih karunia Kristus, atau dengan seluruh Kristus … maka marilah kita membentangkan diri kita seperti jubah/pakaian di bawah kaki-Nya … marilah kita tawarkan bukan ranting palma atau zaitun, tetapi hadiah-hadiah kemenangan kepada sang Penakluk kematian. Hari ini, marilah kita berseru dan bersorak-sorai bersama anak-anak Ibrani dengan nyanyian suci, sambil mengibarkan cabang-cabang spiritual dari jiwa kita: ‘Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel'” (PG 97, 994). Amin!

Leave a comment