Siapakah Yang Sama Dengan Allah?

Jokowi: Pebisnis Politik Menggapai Indonesia Emas

0 71

Pengantar Penulis

Ide penulisan serial esai tentang Jokowi ini berawal dari pertemuan saya dengan Bung Hendry Silaholo, jurnalis pegiat sosial  yang  mengelola  sebuah  media  online,  Konsentris,  di Bandar  Lampung.  Saya berada  di Bandar  Lampung  karena diundang  oleh Dr.  Arizka  Warganegara untuk  memberikan kuliah tamu di FISIP Universitas Lampung.  Malam itu, pada kesempatan  ngobrol di Wiseman  Café yang dihadiri beberapa teman antara lain Alexander Gebe tokoh teater dan Fuad Abdulgani  pegiat sosial dan  dosen  FISIP  Universitas Lampung; Bung Hendry menawari saya untuk menulis di Konsentris, media  online  yang  bergerak  mandiri  dari  donasi dan tidak mau menjadi tempat  sampah  iklan. Menulis untuk media online, juga dengan sukarela, sudah menjadi kebiasaan saya sebelum mewabahnya Covid-19. Dengan adanya Covid-19 kebiasaan  saya menulis menjadi  kegiatan yang rutin saya kerjakan.

Ketika   fenomena   Jokowi   menjadi   semakin   meriuhkan ruang publik, tergerak tangan saya, kenapa saya tidak menulis secara rutin setiap minggu tentang sosok Jokowi? Jadilah kemudian  saya  mulai  menulis  seri esai  Jokowi  setiap  hari selasa untuk Konsentris. Sudah sepuluh esai saya tulis, artinya saya  menulis  sudah  sepuluh  minggu,  terhitung   sejak  esai pertama   saya  dimuat   tanggal  6  November   2023  (Jokowi Pebisnis Politik) dan yang ke-sepuluh tanggal 8 Januari  2024) (Jokowi dan Indonesia Emas). Mengapa Jokowi perlu dibahas di ruang publik secara terbuka? Menurut saya, tidak ada orang lain   selain   Jokowi   yang   saat   ini  paling   berpengaruh   di Indonesia.  Tentu Jokowi menjadi paling berpengaruh  karena dia adalah Presiden Republik Indonesia,  tetapi yang menurut saya lebih penting dari itu karena menjelang berakhirnya masa kepresidenannya,   Jokowi    memperlihatkan   tingkah    laku politik yang membuat  orang “kami tenggengen”.

“Kami tenggengen” yang istilah ini saya pinjam dari seorang teman, pegiat sosial dari Jogyakarta,  yang bisa diterjemahkan dalam  Bahasa  Indonesia  kira-kira  sebagai  “membuat orang tertegun  atau  terheran-heran”, apakah  betul itu Pak Jokowi yang selama ini kita kenal atau Pak Jokowi yang telah menjadi orang  lain.  Orang  melihat  tingkah  laku politik Pak Jokowi, antara  percaya  dan  tidak  percaya.  Esai-esai  saya yang  saya fokuskan pada Jokowi adalah upaya saya untuk mengupas sosoknya,  dan  mencoba   membuatnya  masuk  akal  kenapa begitu. Atau  dalam  Bahasa  Inggris saya berusaha  membuat fenomena   Jokowi  itu  “make  sense”. Karena   saya  memilih bentuk tulisan yang berupa esai, tulisan pendek rata-rata 1000 kata,  tulisan  itu  samasekali   jauh  dari  pretensi  akademik. Tulisan itu sekedar “a short social commentary” tentang sebuah fenomena politik yang sedang mengharu-biru negeri ini. Harapan  saya,  meskipun   mungkin   hanya   setitik,  esai-esai Jokowi ini bisa menjadi bahan pembelajaran politik Bersama, sesuatu  yang harus  selalu kita lakukan,  untuk  memperbaiki keadaan supaya menjadi lebih baik.

Kepada  beberapa  teman  saya meminta  memberikan tanggapan  dan catatan kritis terhadap  sepuluh esai yang telah saya jadikan satu kumpulan  esai itu. Untuk itu saya mengucapkan terimakasih  kepada Firman  Noor yang sedang di  Stockholm,  Halim  HD  di  Solo,  Baskara  T  Wardaya   di Jakarta,  Herdiansyah Hamzah di Samarinda, Dhia  Al-Uyun di  Malang  dan  Aprilia  Wayar  di  Yogyakarta;  atas kesediaannya  menuliskan  komentar  dan refleksinya terhadap kumpulan  esai saya. Bagi saya momen pertukaran pikiran dan gagasan di buku kecil ini yang dilakukan dalam situasi politik yang   semakin   hangat   menjelang   hari   pemungutan  suara tanggal  14 Februari  2024 adalah  sebuah  simposium. Simposium,  kita tahu,  adalah  sebuah tradisi intelektual  kuno di  zaman   Yunani   ketika   beberapa   orang   mendiskusikan sebuah pokok persoalan  tertentu,  biasanya sambil menikmati anggur,  artinya  dalam  suasana   yang  relax. Buku  kecil  ini adalah   sebuah   simposium   –  Simposium   Jokowi,   sebuah kenduri pikiran dan gagasan yang diharapkan menjadi bacaan yang  dapat  mengingatkan  kita  semua  untuk  selalu memikirkan  kehidupan  bersama  kita sebagai bangsa dengan akal sehat dan secara sadar memihak kepada keadilan sosial.

Jakarta,  30 Januari  2023

 

 

Penulis

Riwanto   Tirtosudarmo,  sejak   lahir   sampai   menamatkan SMA-nya tinggal di Tegal, kemudian melanjutkan ke Fakultas Psikologi  UI  di  Jakarta.   Setelah  lulus  S1  bekerja  sebagai peneliti sosial di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sampai pensiun. Pernah mengenyam  pendidikan  S2 dan S3 di bidang demografi-sosial  di Australia  disamping  pernah diundang  sebagai peneliti tamu di Amerika Serikat, Belanda, Inggris, Jepang dan Singapura.  Membaca dan menulis adalah pekerjaan utamanya dari mahasiswa  sampai sekarang. Selain membuat tulisan ilmiah dalam bentuk buku dan artikel jurnal, sejak  masa  pandemi  yang  lalu  membiasakan menulis  esai. Kumpulan tulisan dan esai-nya telah diterbitkan dalam empat buku  “Mencari  Indonesia”. Menulis  puisi,  meskipun  tidak sering telah dilakukannya sejak lama, namun  untuk disimpan sendiri.     Belakangan,     memberanikan    diri    menerbitkan kumpulan  puisi-nya yang diberi judul “Secangkir Kopi di Pagi Hari”, dan yang akan diterbitkan “Di Galeri Sumbing”.

 

Leave a comment