Hari ini Gereja merayakan Pesta Yesus dipersembahkan di Bait Allah. Injil Lukas mengisahkan cerita ini sebagaimana tradisi Yudaisme. Empat puluh hari setelah melahirkan seorang ibu harus persembahkan kurban penahiran. Pakai seekor domba dan seekor merpati. Menariknya bahwa orang tua Yesus hanya pakai sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati (khusus untuk orang miskin). Tanpa domba. Lukas menunjukkan Yesus sebagai bagian dari orang miskin. Ia bagian dari kelompok anawim, Sisa Kecil (kaum papa) Israel yang percaya dan taat bersandar kepada Allah. Keluarga Yesus juga adalah keluarga yang taat hukum.
Injil Lukas juga memakai setting tempat cerita yakni di Bait Allah. Sebenarnya, kurban penahiran bisa dilakukan di mana saja. Namun, dengan menggunakan Bait Allah dalam kisah kali ini, Lukas sesungguhnya menunjukkan Bait Allah sebagai sentrum misi Yesus dan para murid di kemudian hari. Dari Bait Allah (saat dipersembahkan) hingga Bait Allah (saat-saat terakhir sebelum sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya). Ini juga kemudian memenuhi nubuat Maleakhi sebagaimana dalam bacaan 1 hari ini. “Dengan mendadak Tuhan akan masuk ke Bait-Nya“.
Simeon (Ibr: Shama dan on) artinya Allah telah mendengarkan penderitaan ku. Berkat tuntunan Roh Kudus, Simeon melihat Yesus. Sehubungan dengan Simeon, Lukas tiga kali menghubungkannya dengan tuntunan Roh Kudus. Artinya, perjumpaan Simeon dengan Yesus dan kedua orang tua-Nya di Bait Allah adalah anugerah Roh Kudus. Sebagaimana arti namanya, Simeon didengarkan Allah dan berkat anugerah Roh Kudus, Ia akhirnya melihat Sang Keselamatan itu sebelum akhir hidupnya. Perjumpaan dengan Tuhan adalah anugerah Tuhan sendiri. Simeon membuka seluruh ramalannya. 3 hal yang menarik; kini keselamatan itu tidak saja untuk Israel tetapi kepada bangsa-bangsa (ethnè), Yesus akan tanda yang menimbulkan perbantahan dan menyingkapkan pikiran hati (dialogismoi) atau pikiran negatif banyak orang.
Hana, seorang nabiah juga hadir dalam kisah Lukas ini. Disebutkan bahwa ia menghabiskan seluruh waktunya di Bait Allah untuk puasa dan doa. Identitas lainnya adalah ia sudah lanjut umur dan juga seorang janda setelah tujuh tahun kawin dan hidup dengan suaminya. Hana juga mendekati Bayi Yesus dan kedua orang tuanya lalu berbicara tentang anak itu kepda semua orang. Lukas ingin menunjukkan hal menarik di sini. Seorang perempuan, janda dan sudah lanjut usia. Kategori “orang pinggiran” dalam struktur sosio-religius Yudaisme, justru menjadi penginjil pertama yang berbicara kepada semua orang yang menantikan kelepasan Yerusalem.
Persembahan Bayi Yesus di Kenisah juga adalah kunci untuk memahami bahwa Yesus, Sabda yang menjadi Manusia, mengambil bagian agar dalam segala hal Ia sama seperti manusia. Sama seperti saudara-saudara-Nya (Ibr. 2:17). Kristus menjadi sama seperti manusia, menjadi Imam Agung yang merasakan derita manusia hingga menjadi kurban penebusan itu sendiri.
Persembahan Bayi Yesus di Bait Allah serentak menegaskan tiga hal prinsipil ini. Kristus memurnikan dan mengangkat martabat Imamat sehingga kurban persembahan jadi berkenan kepada Allah. Ia sendirilah yang kemudian menjadi Imam, Altar sekaligus Kurban untuk penebusan dunia dan menarik banyak orang, terutama yang miskin, papa dan terasing untuk menjadi saudara dalam Kerajaan Allah yang diwartakan-Nya.
Sudahkah kita menjadikan diri sebagai persembahan yang murni bagi Allah dan rencana keselamatan-Nya? Sejauh manakah kita menghadapi tantangan dan kesulitan dengan setia berdoa dan taat pada kehendak Allah? Sejauh manakah kita berkorban untuk kepentingan bersama di lingkungan hidup dan kerja kita? Selamat merayakan Pesta Yesus dipersembahkan di Bait Allah. Salve🙏