
Perwujudan Cinta Erich Fromm Dalam Pembinaan Calon Imam
Pengantar
Cinta adalah anugerah cuma-cuma yang diberikan Sang Kehidupan kepada manusia. Sementara mencintai adalah kemampuan yang dimiliki manusia agar menumbuhkan bagi dirinya dan orang lain kualitas kemanusiaannya.[1] Dapat dikatakan, dengan cinta manusia diciptakan dan dengan cinta pula manusia mempertahankan eksistensinya. Namun, perlu diakui bahwa cinta menyimpan banyak misteri. Karena kemisterian cinta itu, maka manusia perlu untuk menguaknya.
Salah satu pemikir yang mencoba menguak kemisterian cinta itu adalah Erich Fromm, seorang psikoanalisis sosial berkebangsaan Jerman.[2] Ia mengungkapkan bahwa cinta itu bagaikan seni. Pengetahuan tentang cinta harus bertambah serta dilaksanakan dengan tekun agar setiap orang dapat mencintai dengan baik. Cinta adalah suatu tindakan yang aktif bukan suatu kekuatan pasif. Karakter aktif dari cinta digambarkan dengan pernyataan bahwa cinta pertama-tama adalah persoalan memberi bukan menerima.[3]
Pada kenyataannya, banyak orang yang berpendapat bahwa dalam soal cinta, yang perlu adalah agar dirinya dicintai orang lain. Persoalan mencintai orang lain menjadi urutan berikut setelah ia dicintai. Hal ini juga terjadi dalam diri calon imam baik di dalam maupun di luar lingkungan komunitas. Kesadaran akan hidup berkomunitas yang adalah satu semakin pudar. Kurang dan bahkan tidak adanya keterbukaan antara satu dengan yang lain. Tidak hanya itu, relasi dengan sesama termasuk masyarakat bahkan Tuhan pun bermasalah. Adanya masalah seperti ini mengakibatkan hubungan di dalam maupun di luar komunitas akhirnya menjadi kurang bahkan tidak harmonis. Selain itu, kepribadian calon imam pun akan terganggu khususnya dalam menanggapi panggilannya menuju imamat.
Salah satu hal yang dapat membantu calon imam menghadapi persoalan itu adalah pembinaan. Pembinaan itu berkaitan dengan aspek kepribadian, kerohanian, intelektual dan pastoral. Setiap calon imam harus mampu membuka diri dan bersedia serta berani untuk dibina dan membina diri. Dengan mampu dibina dan membina diri dalam keempat aspek itu secara baik dan benar, maka calon imam menjadi pribadi yang matang dalam menjalani panggilannya demi menjadi seorang imam.