
TANTANGAN DAN PERUTUSAN: KONSEKUENSI BAPTISAN
(Kej 9:8-15; 1Ptr 3:18-22; Mrk 1:12-15) Hari Minggu I Prapaskah, Th. B.
Kisah tentang godaan atau cobaan terhadap Yesus oleh Iblis di padang gurun di dalam kutipan Injil hari ini (Mrk 1:12-13), merupakan lanjutan dari kisah tentang pembaptisan Yesus oleh Yohanes Pembaptis di sungai Yordan, yang terdapat di dalam perikop sebelumnya (Mrk 1:9-11). Pada saat pembaptisan Yesus, tampaklah Roh Kudus dalam rupa burung merpati, yang berseru dari langit: “Engkaulah AnakKu yang terkasih, kepadaMulah Aku berkenan!” Roh Kudus ini tidak lain dari kuasa Allah yang turun ke dunia untuk mewujudkan karya keselamatanNya.
Segera sesudah pembaptisan itu, Roh yang sama memimpin Yesus ke “padang gurun”, sebagai simbol wilayah kekuasaan setan atau roh-roh jahat. Dengan ini, dapatlah dikatakan bahwa kisah penggodaan terhadap Yesus oleh Iblis di padang gurun, merupakan konsekuensi pertama dari baptisan yang diterimaNya di sungai Yordan. Secara alegoris, hal ini mengingatkan kita akan berbagai ujian, tantangan, dan godaan yang dialami bangsa Israel selama 40 tahun pengembaraannya di padang gurun Sinai, segera sesudah penyeberangan Laut Merah, sebagai simbol pembaptisan. Menurut ajaran Gereja Katolik, melalui pembaptisan, dosa asal manusia memang sudah dihapuskan seluruhnya. Akan tetapi, aneka godaan berupa keinginan-keinginan tidak teratur yang bisa saja membuat manusia jatuh lagi ke dalam dosa-dosa pribadi, tetap tinggal dan terus menghantui manusia. Inilah tantangan dan godaan-godaan yang senantiasa harus dihadapi dan dilawan manusia terbaptis sepanjang pengembaraan hidupnya.
Meskipun penginjil Markus tidak menjelaskan secara rinci apa saja yang dilakukan Yesus selama di padang gurun itu, namun mengingat kondisi padang gurun yang gersang dan serba sulit, dapat dibayangkan bahwa kala itu Yesus berada dalam kondisi keprihatinan mendalam akan nasib hidup manusia yang senantiasa diliputi aneka kesulitan, tantangan, dan cobaan. Inilah saatnya, ketika Yesus mulai menempa diriNya serta berusaha memahami tugas perutusanNya kelak, sebagai konsekuensi lanjutan dari baptisan yang diterimaNya. Yang jelas bahwa Yesus tinggal di padang gurun selama 40 hari dan, selama itu pula, Ia dicobai bertubi-tubi oleh Iblis. Secara simbolis, angka 40 menunjuk pada rentang waktu yang cukup bagi seseorang untuk mencapai kematangan. Dengan ini, penginjil Markus ingin mengatakan bahwa peristiwa padang gurun tidaklah selesai dalam kurun waktu tertentu, tetapi akan terus berlangsung sepanjang hidup Yesus. Selama itu pula, godaan Iblis yang adalah ‘penghulu’ dari segala kekuatan jahat yang selalu berusaha melawan Allah dalam rangka mencegah kehadiran KerajaanNya di dunia ini, akan datang silih-berganti, entah apa pun bentuknya, sampai akhirnya ia akan dikalahkan secara tuntas dan definitif oleh Yesus, bukan di padang gurun, melainkan di penghujung hidupNya, yakni di kayu salib.
Satu hal yang menarik ialah bahwa, selain Iblis, selama di padang gurun itu Yesus ditemani juga oleh binatang-binatang liar dan para malaikat. Inilah lambang pemulihan situasi alam semesta yang sudah mulai terwujud sejak kedatangan Yesus ke dunia, dan yang akan mencapai kesempurunaannya pada akhir zaman nanti. Bahwasanya, harmoni alam semesta yang telah rusak oleh dosa manusia pertama dan segala keturunannya, kini dipulihkan kembali oleh Yesus Kristus. Dengan demikian, hanya di dalam diri Yesus Kristus, yang adalah pusat dan tujuan kosmos serta seluruh ciptaan, manusia boleh menemukan kembali the lost Paradise, Firdaus yang pernah hilang, di dalamnya terdapat damai, kerukunan, dan harmoni antara manusia dengan Tuhannya, dengan sesamanya, dengan dirinya sendiri, dengan lingkungannya, dan dengan seluruh alam semesta. Secara tersirat, hal ini menunjuk juga pada peristiwa perjanjian antara Allah dan Nuh (Kej 9:8-15). Melalui perjanjian itu, Allah hendak memulihkan kembali situasi dunia yang telah rusak oleh dosa manusia, sekaligus Allah berjanji bahwa Ia tidak akan lagi memusnahkan dunia yang telah diperbaharuiNya. Dalam hal ini, Yesuslah puncak pemenuhan serta penggenapan janji Allah itu. Oleh ketaatanNya yang paripurna kepada kehendak Allah BapaNya yang berpuncak pada peristiwa salib serta kebangkitan, Yesus telah memulihkan kembali citra seluruh ciptaan, sekaligus membangun lagi relasi yang harmoni antara ciptaan dan sang Pencipta, juga harmoni di antara sesama ciptaan.
Selanjutnya, sesudah peristiwa penggodaan di padang gurun itu, penginjil Markus juga mengemukakan kisah tentang tampilnya Yesus di depan umum untuk mewartakan Injil Allah, sebagai konsekuensi lanjut lain dari pembaptisanNya. “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat”. Hal ini mau menunjukkan bahwa di dalam diri Yesus, Allah telah menetapkan saat kehadiranNya untuk menegakkan KedaulatanNya di dunia ini, dan yang akan mencapai kesempurnaannya ketika Yesus datang kembali ke dunia pada akhir zaman. Selain itu, Yesus juga berseru: “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” Hal ini berarti bahwa pertobatan itu bukanlah sekadar berbalik dari dosa, melainkan juga berkaitan dengan keterbukaan manusia kepada Allah, kepada kehendak dan kabar gembiraNya yang diwartakan serta dihadirkan oleh Yesus. Hanya mereka yang bertobat dan percaya kepada Injil, boleh menjadi warga Kerajaan Allah.
Rasanya menarik bahwa, di awal masa Prapaskah, masa ret-ret agung selama 40 hari ini, kita merenungkan kisah penggodaan Yesus di padang gurun, versi penginjil Markus ini. Dari kisah penggodaan ini, Markus ingin menekankan hal keteguhan hati Yesus dalam menolak godaan-godaan Iblis demi ketaatanNya yang total kepada kehendak Bapa, untuk mewujudkan misi penyelamatanNya di tengah-tengah dunia. Dengan ini, penginjil Markus ingin mengemukakan dua konsekuensi utama dari setiap pembaptisan. Pertama, kesiapan untuk menghadapi sekaligus mengalahkan aneka godaan dan cobaan dalam hidup. Kedua, kesediaan untuk melaksanakan tugas perutusan, yakni mewartakan serta menegakkan Kerajaan Allah, yang meliputi kebenaran, keadilan, perdamaian, dan cinta-kasih di tengah-tengah dunia. Hal ini berarti bahwa sesudah dibaptis, Allah menuntun dan mendesak kita untuk masuk ke padang gurun dunia yang tandus, yang gersang dan keras, untuk menghadapi aneka tantangan, cobaan, dan ujian seumur hidup kita. Menjadi pengikut Kristus menuntut kita untuk tidak bersikap manja dan cengeng, yang cuma meminta macam-macam kepada Tuhan dan sesama; yang cuma menggunakan dan mengkonsumsi segala sesuatu; yang cuma berambisi mengejar harta, kuasa, dan popularitas sebanyak-banyaknya bagi diri sendiri; yang gemar memeras dan menindas sesama, dan seterusnya. Sebaliknya, menjadi pengikut Kristus berarti mampu mengendalikan diri, hidup secara ugahari, rela solider dan berbagi dengan sesama yang menderita dan berkekurangan, siap bekerja keras untuk memerangi aneka ketertinggalan, memperjuangkan kebenaran, menegakkan keadilan, serta mengupayakan perdamaian, kerukunan, dan harmoni dengan semua. Hanya dengan itu, ret-ret agung kita selama 40 hari masa Prapaskah ini akan sungguh-sungguh bermakna dan membawa sukacita sejati bagi hidup kita. Mudah-mudahan. Tuhan memberkati….Amin!!!