Siapakah Yang Sama Dengan Allah?

KONSEP “TANDA SALIB” PERSPEKTIF SEMIOTIKA UMBERTO ECO (Materi Akedemik Filosofan)

0 268

ABSTRAKSI

Pemikiran Eco sangat dipengaruhi oleh Thomas Aquinas, Immanuel Kant, Ferdinand de Saussure, Charles Sanders Pierce. Pemikiran semiotisnya bersifat diadik, yaitu berkaitan dengan signifikasi dan komunikasi ( kalau Pierce bersifat triadic : tanda, obyek dan interpretan). Bagi Eco, segala sesuatu sejuah ia memiliki makna maka ia adalah sebuah tanda. Dalam mengkaji tanda “salib” dua teori ini bisa digunakan: Dalam posisi orang Romawi, salib itu bermakna sekuler ( penjahat, pembangkang, dsb). Inilah makna signifikasi. Namun, ketika orang Kristen melihat tanda salib sebagai sesuatu yang lain, suatu tanda iman, maka makna salib itu sendiri sudah berubah ( makna komunikasi). Jadi, salib pada awalnya bermakna signifikasi sebelum ia mengalami “komunikasi” atau diinterpretasikan oleh budaya lain ( misalnya orang Kristen). Bagi Eco, makna komunikasi selalu mengandaikan suatu makna signifikasi. Sebelum salib itu sendiri diterjemahkan ke dalam konteks budaya tertentu, pada awalnya ia telah memiliki makna dalam dirinya sendiri. Struktur tanda itu sendiri terdiri tiga bagian penting: bentuk fisik, konsensus dan makna. Ada juga komponen-komponen semiotic yang biasa digunakan untuk mengkaji sesuatu ( termasuk salib ) : tanda, simbol, ikon, indeks, isyarat. Komponen-komponen ini saling berhubungan satu sama lain, dan menurut Eco, setiap tanda harus bersifat opera aperta ( terbuka penafsiran). Jadi, suatu tanda secara an sich mempunyai makna dalam dirinya sendiri, sedangkan di sisi lain, mempunyai makna yang kontekstual.
Kata Kunci: Semiotika, signifikasi, komunikasi, tanda-salib,interpretasi.

PENDAHULUAN

Filsafat senantiasa mencari makna di balik realitas. Sejak zaman pra-Sokratik sampai pada zaman kontemporer, kajian filsafat senantiasa bertujuan mencari makna dari segala sesuatu. Misalnya, di zaman pra-Sokratik, filsafat dipakai untuk menemukan makna dari kosmos. Begitupun seterusnya sampai pada zaman kontempores, dimana penelitian ilmu-ilmu positif pun bertujuan demi mencari makna dari apa yang diteliti tersebut. Dalam hal segala sesuatu dalam realitas ini adalah bermakna. Hal inilah yang mau disoroti oleh disiplin ilmu semiotika. Semiotika adalah berhubungan dengan setiap benda sejauh ia bermakna. Dan tidak ada suatu benda pun di dunia ini yang tidak bermakna. Hidup, manusia, hewan, tetumbuhan, dan bahasa, merupakan suatu ‘tanda yang besar’. Tanda selalu bersifat representative atau mewakili sesuatu yang lain. Tanda juga bersifat korelatif atau kesaling berhubungan antara yang satu dengan yang lain. Selagi sesuatu itu mempunyai hubungan dengan sesuatu yang lain, maka ia disebut sebagai tanda. Segala sesuatu yang ada pun disebut “tanda” karena ia bermakna. Makna dari segala sesuatu yang ada atau yang terjadi itulah yang menjadikannya sebagai suatu tanda.

Gelas yang pecah, misalnya, adalah sebuah tanda bahwa ia kemungkinan terkena benturan dari benda yang lain ( jatuh ke lantai, sengaja dilempar ke batu, dll). Contoh lain; tulisan pada buku mengandaikan, bahwa ada pena yang pernah digores pada buku tersebut. Jadi, sifat dari tanda ialah mewakili suatu benda dan selalu berhubungan dengan benda yang lain. Itulah tanda. Bahasa pun adalah sebuah tanda. Entah itu bahasa verbal, lisan, tulisan, maupun bahasa tubuh, itu semua adalah satu kesatuan dari bahasa sebagai suatu tanda. Bahasa mempunyai sifat representative. Apa yang terucapkan adalah hasil dari pencerapan pada realitas. Kalau kita mengatakan: ’marilah kita berdoa’, maka ungkapan tersebut mau merujuk pada ‘tindakan berdoa’. Jadi, perkataan sebenarnya adalah suatu rujukan pada perbuatan. Dalam tulisan ini, kita akan membahas tentang pemikiran Semiotika Umberto Eco dan bagaimana teori semiotikannya ini digunakan untuk membaca konsep ‘tanda salib’.

Leave a comment