Hari ini Gereja merayakan hari Minggu Ketiga Masa Adven yang biasa disebut Minggu Gaudete (=Bersukacitalah), karena seturut tradisi Misa Latin sejak sebelum Konsili Vatikan II, Misa ini selalu diawali dengan Antifon Pembuka, Gaudete in Domino semper! (“Bersukacitalah selalu dalam Tuhan”). Tidak seperti dua minggu adven sebelumnya, hari ini kita menyalakan lilin merah muda, untuk mengekspresikan sukacita kita dalam menyambut Almasih, Penyelamat terjanji yang hampir tiba. Dalam Surat Apostolik Evangelii Gaudium (=Sukacita Injili), Paus Fransiskus berkali-kali menegaskan bahwa hidup Kristiani harus memancarkan sukacita injili, karena Tuhan telah datang dan senantiasa datang lagi untuk menyelamatkan umat-Nya.
Bacaan Pertama dari kitab nabi Yesaya berisikan nubuat tentang Almasih: “Roh Tuhan Allah ada padaku, oleh karena Tuhan telah mengurapi aku. Ia mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada para tawanan, dan kelepasan bagi orang-orang yang terkurung dalam penjara, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan…” (61: 1-2a). Kelak, nubuat ini akan menemukan pemenuhannya dalam hidup, wafat, dan kebangkitan Yesus. Ketika memulai pelayanan publikNya di Nazaret, Yesus menyatakan bahwa Dialah pemenuhan dari nas ini, karena Dia telah diurapi oleh Roh Allah untuk membawa Kabar Baik kepada orang miskin. “Hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya” (Luk. 4: 21). Nubuat Yesaya ini dilanjutkan dengan madah sukacita: “Aku bersukaria di dalam Tuhan, jiwaku bersorak- sorai dalam Allahku” (Yes 61: 10a).
Dalam Bacaan Kedua hari ini, Rasul Paulus menulis: “Bersukacitalah senantiasa!…..Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus Tuhan kita. Ia yang memanggil kamu adalah setia, Ia juga akan menggenapinya” (5: 16, 23-24). Sebagai orang-orang yang percaya kepada Yesus, dan telah disatukan dengan Dia dalam kematian serta Kebangkitan-Nya, kita pun seharusnya berada dalam keadaan sukacita yang tetap, dan senantiasa bersyukur kepada Allah atas segala yang telah dilakukan-Nya bagi kita dalam Kristus Yesus.
Injil pada umumnya menampilkan tokoh Yohanes Pembaptis sebagai Perintis atau Bentara Sang Sabda, yang menyiapkan jalan bagi Almasih: “Lihatlah, Aku menyuruh utusanKu mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan bagiMu; ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagiNya” (Mrk 1:2-3, par.). Penginjil Yohanes pun menampilkan Yohanes Pembaptis sebagai pemenuhan dari Yesaya 40:3, “suara di padang gurun” yang menyerukan kepada orang-orang Israel untuk menyiapkan jalan bagi kedatangan Yesus.
Selain menampilkan Yohanes Pembaptis sebagai Perintis/Bentara bagi kedatangan Mesias, penginjil Yohanes pun menampilkannya sebagai sosok Saksi sejati, yang jujur, rendah hati, dan tahu diri. Ketika ditanya, apakah dia adalah seorang Mesias, dengan tegas Yohanes Pembaptis menjawab bahwa dirinya bukanlah Mesias. Dengan jawabannya yang jujur ini, Yohanes Pembaptis sekaligus bermaksud mengarahkan serta meyakinkan kaum Yahudi bahwa Mesias yang dinanti-nantikan itu sebenarnya telah datang dan tinggal di antara mereka. Andai saja mereka membuka mata imannya, niscaya mereka akan melihat bahwa sesungguhnya Mesias itu telah hadir di antara mereka. Demikin juga, ketika ditanya apakah dia adalah Elia, seorang nabi besar yang bertugas antara lain mengurapi Mesias dan meresmikanNya ke dalam jabatan Raja sebagaimana para raja lainnya, atau nabi yang dijanjikan dan yang dinanti-nantikan (seperti Yesaya atau Yeremia), dengan jujur dan tegas pula Yohanes Pembaptis mengatakan bahwa dirinya bukanlah Elia, atau salah seorang dari para nabi besar itu. Di sini, sekali lagi Yohanes Pembaptis menunjukkan dirinya sebagai seorang Saksi sejati yang jujur, rendah hati, dan tahu diri.
Hal penting yang juga patut dicatat sehubungan dengan kejujuran, kerendahan hati serta sikap tahu dirinya Yohanes Pembaptis sebagai Saksi sejati itu ialah kata-katanya sendiri: « Aku membaptis kamu dengan air ; tetapi di tengah-tengahmu berdiri Dia yang tidak kamu kenal, yaitu Dia yang datang kemudian daripadaku. Membuka tali kasutNya pun aku tidak layak’. Inilah bukti paling radikal, betapa sederhana dan tahu dirinya Yohanes Pembaptis. Menurut tradisi tua Yahudi, “membuka tali kasut” merupakan tindakan simbolis pelepasan hak yang dimiliki seseorang secara sah. Dengan latar belakang ini, maka kata-kata Yohanes Pembaptis bukanlah sekadar basa-basi, melainkan pengakuan bahwa dirinya tidak layak melakukan hal yang membuat Yesus melepaskan hakNya, yaitu memberikan baptisan dalam Roh Kudus dan mendekatkan kembali keilahian kepada manusia. Dengan ini Yohanes Pembaptis hendak mengatakan bahwa yang dijalankannya cumalah membaptis dengan air. Itulah yang bisa dilakukannya untuk menyadarkan orang banyak. Namun untuk sungguh membawa yang “di atas sana” (yakni Allah) kepada manusia, itu adalah hak Dia yang lebih berkuasa yang bakal datang, yang akan membaptis dengan Roh Kudus.
Dengan ini, Yohanes Pembaptis sebenarnya telah melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan seorang nabi dan guru sejati, yang fungsinya cumalah sebagai suara yang berseru dan penunjuk jalan kepada sang Mesias. Hal yang sangat diimpikan seorang nabi dan guru sejati ialah agar manusia bisa bertemu dengan dan memandang wajah sang Mesias, Raja yang terurapi itu. Singkatnya, kerinduan terbesar seorang nabi sejati ialah, supaya dirinya semakin kecil, agar sang Mesias itu semakin besar dan dikenal semua orang. Dalam hal ini, Yohanes Pembaptis telah membuktikan dirinya sebagai seorang nabi sejati, yang sungguh tahu diri.
Memberi kesaksian tentang Yesus adalah misi kita juga. Ide bahwa Yohanes Pembaptis datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian kepada Terang (Yesus), hanya ditemukan dalam Injil Yohanes. Menurut Yohanes, Yesus adalah Terang dunia (Yoh 8:12). Sama seperti fajar setiap hari baru membawa sukacita, demikian pun kedatangan Yesus, Terang dunia, menyebabkan kita bergembira. Kita, dipanggil untuk memberi kesaksian tentang Kristus dengan perkataan dan perbuatan, dalam keadaan baik atau buruk, cocok atau tidak cocok waktunya. Kita perlu menjadi utusan yang menunjukkan Kristus kepada orang lain; menjadi saksi yang penuh sukacita menyiapkan jalan bagi kedatangan Mesias; serta memberikan “kesaksian” tentang Kristus melalui kehidupan Kristen yang transparan, jujur, dan rendah hati, sebagaimana telah ditunjukkan oleh Yohanes Pembaptis. Mudah-mudahan. Maranatha! Tuhan memberkati….Amin!!!