KRISTUS JAMINAN KEHIDUPAN KEKAL: REKOLEKSI FRATRES SEMINARI TINGGI ST. MIKHAEL BULAN SEPTEMBER

Penfui, Mikhael News – Para Frater Seminari Tinggi St. Mikhael Penfui Kupang kembali menggelar kegiatan rekoleksi bulanan pada hari Sabtu, (13/09/2025) yang dipimpin oleh Romo Patricius  Neonub, Pr. Rekoleksi yang berlangsung di Kapela Seminari mulai pukul 18.00-19.00 WITA ini  menjadi rekoleksi perdana di semester baru. Melalui rekoleksi ini, para frater  diajak sejenak mendalami bersama tema  yang disuguhkan dengan berlandaskan pada sabda Tuhan.

“Setelah menerima sakramen rekonsiliasi, kita juga melaksanakan kegiatan rekoleksi bulanan dengan tema yang jelas, tegas dan teologis. Bacaan yang direnungkan dalam  rekoleksi ini, di ambil dari Bacaan Injil hari Minggu Biasa XXIV tanggal 14 September 2025 bertepatan dengan Perayaan Pesta Salib Suci”, kata Romo Patris dalam pengantar permenungannya.

Dalam suasana rekoleksi menyambut Pesta Salib Suci, 14 September, Rm. Patricius Neonnub, Pr mengajak umat dan khususnya para calon imam untuk memandang salib bukan sekadar tanda penderitaan, melainkan sebagai kurikulum cinta yang membentuk hati, iman, dan panggilan imamat.

 

Mengutip Injil Yohanes 3:13-17, Romo Patricius Neonnub menegaskan bahwa salib adalah puncak kasih Allah: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal.” Kristus yang “diangkat” di kayu salib justru menunjukkan paradoks iman: kelemahan menjadi kekuatan, kematian melahirkan kehidupan, dan penyerahan diri membawa kemenangan.

Dalam renungannya,  Romo Patris menekankan beberapa poin penting: Pertama, Salib sebagai sekolah ketaatan. Calon imam belajar taat seperti Kristus, yang dengan rendah hati menjalani kehendak Bapa.  Kedua, Salib sebagai jalan pengorbanan dan kerendahan hati. Formasi imamat menuntut kesediaan untuk meninggalkan ambisi pribadi dan belajar melayani. Ketiga, Salib sebagai kasih pastoral yang universal. Kasih Allah melampaui batas; imam dipanggil mencintai semua orang, tanpa terkecuali. Keempat, Salib sebagai ritme hidup harian. Bukan hanya dalam liturgi, tetapi juga dalam doa, pengabdian, dan kesetiaan kecil sehari-hari.

Lebih lanjut, Romo Patris mengingatkan agar salib tidak direduksi menjadi sekadar simbol emosional yang manis atau alat legalisme yang menakutkan. Dalam konteks nyata kehidupan umat, terutama di Nusa Tenggara Timur yang menghadapi kemiskinan dan penderitaan, salib justru hadir sebagai tanda harapan, solidaritas, dan kekuatan.

“Jalan imamat adalah jalan salib, jalan kasih yang memberi diri demi keselamatan umat, menuju kemuliaan kebangkitan,” tandasnya.

Setelah rekoleksi, para frater memasuki suasana keheningan (silentium magnun) untuk merenungkan dan merefleksikan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh Romo. Kegiatan ini akan direncanakan akan ditutup pada hari Minggu pagi dengan adorasi Sakramen Mahakudus. (Fr. Angga Sai)