
Misa Kamis Putih: “Tubuh dan Darah-Nya Diberikan untuk Kita”
Perayaan Kamis Putih di Kapela Seminari Tinggi St. Mikhael, Penfui-Kupang yang dipimpin oleh RD. Herman Punda Panda
Mikhael_News – 17 April 2025 – Suasana syahdu dan penuh makna menyelimuti perayaan Kamis Putih di Kapela Seminari Tinggi St. Mikhael, Penfui-Kupang. Misa dimulai tepat pukul 18.30 WITA dan berakhir pada pukul 20.30 WITA. Misa ini dipimpin oleh Rm. Herman Punda Panda sebagai selebran utama, didampingi oleh dua imam konselebran: Rm. Yos Nahak dan Rm. Okto Naif. Koor misa dibawakan dengan penuh penghayatan oleh para frater tingkat IV.
Dalam perayaan Misa Kamis Putih yang penuh hikmat ini, Rm. Herman Punda Panda mengangkat tema “Tubuh dan Darah-Nya yang Diberikan untuk Kita” sebagai pusat permenungan homilinya. Ia mengajak seluruh umat untuk merenungkan makna terdalam dari Ekaristi yang berakar pada Perjamuan Terakhir Yesus bersama para murid, yang berlatar belakang perayaan Paskah Yahudi.
Romo Herman memulai homilinya dengan menyinggung empat versi kisah Perjamuan Terakhir dalam Kitab Suci: tiga dalam Injil sinoptik dan satu dari surat Paulus. Sedangkan Injil Yohanes tidak menampilkan institusi Ekaristi secara eksplisit, melainkan menggantikannya dengan pembasuhan kaki dan ajaran tentang Roti Hidup. Dalam hal ini, Yesus dengan tegas menyatakan bahwa tubuh dan darah-Nya adalah santapan sejati yang memberikan hidup kekal.
Perjamuan Paskah Yahudi sendiri, lanjutnya, merupakan kenangan akan pembebasan bangsa Israel dari Mesir. Mereka menyembelih anak domba, makan roti tak beragi dan sayuran pahit dengan tergesa-gesa sebagai simbol kesiapan menuju kebebasan.
Yesus, saat merayakan Paskah-Nya yang terakhir, memberikan makna baru: roti menjadi tubuh-Nya yang diserahkan, dan anggur menjadi darah-Nya dalam perjanjian baru. “Lakukanlah ini untuk mengenangkan Aku” bukan hanya ajakan untuk mengingat, tetapi juga perintah untuk mengambil bagian dalam kurban penebusan-Nya. Oleh karena itu, dalam setiap perayaan Ekaristi, umat berpartisipasi secara rohani dalam peristiwa Kalvari.
Homili ini juga menekankan pentingnya kehadiran dalam Misa sebagai bentuk terdalam dari kesatuan dengan Yesus. “Ekaristi adalah pernyataan kasih tertinggi dari Yesus,” tegas Romo Herman, sambil mengenang bagaimana banyak umat merasa kehilangan saat-saat terindah dalam Ekaristi Kudus karena tidak bisa menghadiri Misa selama pandemi Covid 19 yang lalu.
Sebagai buah nyata dari Ekaristi, umat dipanggil untuk hidup dalam kasih dan pelayanan. Yesus menunjukkan hal ini lewat pembasuhan kaki, sebuah tindakan perendahan diri yang mencerminkan pelayanan tanpa pamrih. “Ekaristi mendorong kita untuk melayani sampai pada tingkat berkurban” pungkasnya.
Rm. Herman mengakhiri homili dengan mengajak umat untuk melihat pengorbanan sehari-hari sebagai bentuk partisipasi dalam kurban Kristus. Ada banyak pelayanan di komunitas Seminari seperti kerja tangan, melakukan tugas-tugas kepengurusan Seminari dengan penuh dedikasi dan semangat rela berkurban. Begitu pula dalam keluarga-keluarga, dalam lingkungan kerja, dan dalam masyarakat, ada tugas-tugas yang dengan setia dan tekun dilakukan untuk kebaikan bersama.
Kita tidak perlu membayangkan yang muluk-muluk atau yang lebih tinggi, mengubah masyarakat atau mengubah dunia, tetapi mulailah dengan tugas dan pekerjaan rutin kita yang telah dipercayakan kepada kita, pada tingkatan mana pun. Kesetiaan dalam tugas sehari-hari yang dilandasi kasih adalah jalan menuju kekudusan. Itulah hidup yang dijiwai Ekaristi,”
ujar Rm. Herman, imam Keuskupan Weetebula yang kini berkarya sebagai pembina dan dosen di Seminari Tinggi St. Mikhael.
Salah satu momen khas dalam misa ini adalah ritus pembasuhan kaki, di mana Rm. Herman membasuh kaki 12 frater tingkat V yang mewakili para rasul. Tindakan ini menjadi simbol nyata dari semangat pelayanan dan kerendahan hati yang diteladankan Yesus.
Setelah misa, Sakramen Mahakudus diarak mengelilingi kapela. Dalam suasana hening dan penuh khidmat, umat tampak sujud menyembah-Nya, menunjukkan penghormatan dan cinta kepada Kristus yang hadir secara nyata dalam Ekaristi.
Perayaan dilanjutkan dengan tuguran (adorasi) di hadapan Sakramen Mahakudus. Doa dimulai oleh umat yang hadir, kemudian dilanjutkan secara bergiliran oleh para frater dalam pembagian per unit, masing-masing selama 30 menit. Tuguran ini menjadi kesempatan untuk berjaga bersama Yesus, mengenang saat Ia berdoa di taman Getsemani menjelang sengsara-Nya.
Misa Kamis Putih kali ini berlangsung lancar. Fr. No Koa, perwakilan dari pengurus koster Seminari Tinggi St. Mikhael, menyampaikan rasa syukurnya:
Kami bersyukur misa berjalan dengan tertib dan lancar. Semoga rangkaian liturgi selanjutnya dari Jumat Agung hingga Paskah juga demikian adanya.
Pantauan tim Mikhael_News menunjukkan bahwa jumlah umat yang hadir membludak. Sekitar kapela penuh sesak, bahkan beberapa umat terlihat duduk di pinggir taman bunga karena keterbatasan kursi. Hal ini menunjukkan antusiasme dan kerinduan yang besar dari umat akan makna terdalam dari perayaan Kamis Putih ini.