(Hak 9:6-15; Mat 20:1-16)
Sdr….Kelahiran kita ke dalam dunia ini ibarat masuknya kita ke dalam sebuah bus. Seluruh hidup kita di dunia ini sesungguhnya sedang dikemudikan oleh kehendak Allah atas kita, dan tujuan perjalanan kita adalah Allah sendiri. Entah suka atau tidak, kita tak dapat meloncat keluar dari bus itu. Pada saat-saat di mana nampaknya sulit, kita mungkin berseru kepada Allah untuk mengurangi kecepatan bus atau bahkan menghentikannya, sebagaimana biasa dilakukan penumpang dengan menekan bel atau bahkan dengan berteriak, “Kiri”, atau “Stop”!!! Dan Allah sebagai pengemudi mungkin saja menghentikan bus atau mungkin juga tidak. Dari pihak kita, mesti ada kesediaan (dan kesetiaan) dikemudi oleh kehendak Allah sembari percaya bahwa Allah tahu apa yang terbaik bagi kita. Apa pun yang kita lakukan dalam hidup ini hanyalah bernilai jika ia sesuai dengan kehendak Allah. Jika kita bersikeras mengikuti kehendak diri sendiri untuk memuaskan keinginan dan kesukaan/kemauan sendiri, maka riwayat kita pun akan tamat/berakhir, sebagaimana Abimelekh yang memilih dirinya sendiri sebagai Raja dengan melawan kehendak Allah. Alhasil, ia tidak memiliki apa pun untuk ditawarkan kepada rakyat selain menyakiti/menikam/menusuk seperti “semak duri” (Hak 9:14).
Selanjutnya, janganlah terkejut/kaget jika anda menyaksikan bagaimana Allah melimpahkan lebih banyak berkatNya kepada orang lain ketimbang kepada diri anda sendiri. Ternyata itulah kemurahan/kebaikan Allah yang digambarkan dalam perumpamaan Injil hari ini. Allah yang memberikan upah yang sama, baik kepada para pekerja yang lebih dahulu datang maupun yang paling akhir (Mat 20:14). Dalam hal ini, jalan/cara Allah memang sungguh aneh. Tapi ingatlah bahwa Allah memandang keseluruhan gambar, sedangkan saya dan anda (kita) memandang cuma sebagian kecil saja. Allah memandang seluruh pelakon dalam drama kehidupan ini, sementara kita cuma mampu melihat pelakon yang paling dekat dengan kita.