Siapakah Yang Sama Dengan Allah?

Ret-Ret Sebagai Upaya Membaharui Diri

0 45

Fr. Yohanes T. Lae

            Socrates pernah menulis demikian: “Hidup yang tidak direfleksikan adalah hidup yang tidak pantas untuk dihidupi”. Refleksi mengindikasikan adanya usaha rasio untuk “melihat kembali” semua yang sudah terjadi lalu membawanya dalam terang iman. Upaya refleksi yang baik akan membawa orang kepada satu kesadaran untuk mebaharui diri; yang baik dipertahankan dan yang buruk ditinggalkan. Dalam arti demikian, refleksi adalah usaha untuk belajar menata diri terus menerus tanpa mengenal waktu dan usia.

Episode kehidupan di Tahun 2023 baru dimulai. Sebagaimana mestinya, tahun baru adalah  moment untuk kembali melihat pengalaman hidup di tahun sebelumnya, melihat kembali tapak-tapak kehidupan yang telah berlalu. Tentu ada banyak hal yang telah dilakukan dan berhasil namun tidak dapat dipungkiri juga kalau ada juga pengalaman kegagalan. Semuanya telah jadi kenangan, tahun lama telah jadi Kairos yang tidak dapat terulang kembali.

Seperti biasanya, pada setiap awal tahun, Para Frater Komunitas Seminari Tinggi St. Mikhael Penfui Kupang melaksanakan ret-ret. Kegiatan rohani tersebut didasarkan atas pertimbangan agar di awal tahun para frater bisa melakukan refleksi atas semua yang sudah terjadi pada tahun sebelumnya serentak membaharui diri agar apa yang baik dipertahankan, dan apa yang tidak baik atau buruk dapat diupayakan untuk diperbaiki.

Ret-ret tahunan Fratres Komunitas Seminari Tinggi Sto. Mikhael Tahun 2023 ini dibagi menjadi dua kelompok yakni kelompok para frater filosofan (Tingkat 1-3) dan kelompok para frater teologan (Tingkat 4-6). Pemberi ret-ret adalah P. Abdul, OCD dan Rm. Jhon Rusae, Pr. Ret-ret dibuka pada hari minggu sore tanggal 8 Januari 2023 dan ditutup pada hari Jumat tanggal 13 Januari 2023.

Ada banyak hal yang disampaikan oleh para pembimbing ret-ret. Berikut merupakan beberapa poin reflektif atas meteri permenungan yang diberikan oleh pembimbing ret-ret teristimewa dalam kelompok ret-ret frater teologan.

 

Pentingnya Membuat Tujuan dalam Kehidupan

            Ada hal menarik yang dilakukan pada awal pertemuan di mana pembimbing ret-ret (RD. Jhon Rusae), menuntun kami untuk menuliskan tujuan apa yang ingin dicapai dari kegiatan ret-ret tahun ini. Menariknya lagi banyak dari kami yang kemudian menuliskan tujuan-tujuan yang pada umumnya merujuk pada pengenalan akan diri sendiri. Tentu maksud pertama yang mau dilihat adalah tentang pentingnya membuat tujuan dalam kehidupan.

Tujuan bisa diibaratkan seperti kompas yang selalu menjadi penunjuk ke arah yang benar. Tanpa tujuan, hidup akan kehilangan arah, mengambang dan ikut arus. Dengan tujuan, manusia akan akan memperoleh arah, orientasi, dan prinsip.

Setiap orang tentu memiliki tujuan hidupnya masing-masing. Dalam lingkungan kehidupan di Seminari Tinggi St. Mikhael, hal yang menjadi tujuan adalah imamat. Dalam kerangka berpikir demikian, kehidupan sehari-hari harus diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut. Di sini dapat dipahami bahwa antara tujuan dan cara untuk mencapai tujuan tersebut sangatlah penting. Tujuan akan tercapai apabila cara untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan secara baik dan benar. Tujuan hidup di seminari yakni ingin menjadi imam, maka untuk mencapai tujuan tersebut, seorang calon imam harus hidup baik berdasarkan aturan yang sudah ada agar apa yang menjadi tujuan bisa tercapai. Selama cara hidup masih bertentangan dengan tujuan yang ingin dicapai, niscaya tujuan hidup hanya satu mimpi yang tidak akan dicapai.

 

Belajar Untuk Tidak Iri Hati

Perikop Injil tentang anak yang hilang (Lukas 15:11-32) menjadi salah satu teks rujukan untuk melihat tentang bagaimana sikap iri hati. Secara sederhana iri hati dipahami sebagai sikap tidak senang melihat kelebihan dari orang lain. Iri hati terjadi ketika seseorang tidak bisa menerima bahwa orang lain memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh dirinya. Padahal, dalam kenyataannya setiap orang memiliki karunia masing-masing yang sejak penciptaan telah diberikan oleh Tuhan sendiri. Rasa iri hati menjadi momok bagi diri sendiri dan menjadi racun yang membunuh perkembangan diri.

Satu kenyataan bahwa pada intinya iri hati itu akan terus membuat manusia memiliki sikap negatif. Orang yang iri hati hanya akan melihat kekurangan-kekurangan dari orang lain. Orang yang iri hati hidupnya tidak tentram. Orang yang iri hati juga akan sulit hidup bersaudara dengan sesamanya. Pada akhirnya, rasa iri hati akan semakin menjaukan seseorang dari Tuhan.

Rasa iri hati disebabkan oleh rasa sombong dan angkuh. Selain itu, iri hati juga adalah akibat dari minimnya rasa syukur atas apa yang sudah diperoleh dari Tuhan. Maka, bersyukur menjadi salah satu jalan pembebasan agar manusia dapat hidup tanpa penjajahan dari sikap yang namanya iri hati.

Mengenal Diri Sendiri Demi Pembaharuan Diri

            Ret-ret tahun ini pada akhirnya menjadi jalan untuk mengenal diri sendiri; mengenal kelebihan dan juga kekurangan diri. Memang, mengenal orang lain itu mudah, tetapi mengenal diri sendiri itu sulit. Dalam proses pengenalan diri hal yang paling ditekankan adalah sikap menerima diri apa adanya.

Mengenal diri sendiri harus bermuara pada pembaharuan diri. Mengenal diri berarti mengetahu siapa saya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangan diri saya. Keterbukaan untuk menerima diri apa adanya juga menjadi satu hal penting yang kemudian membawa seseorang untuk mengakui bahwa dirinya memiliki kekurangan dan juga kelebihan. Namun yang paling penting adalah selalu mendekatkan diri dengan Tuhan agar Tuhan bisa menunjukan siapa diri kita sebenarnya. Selagi kita masih jauh dari Tuhan, kita hanya akan mendapati diri dalam sikap keangkuhan dan kesombongan dan tidak menerima diri apa adanya. Ingat, dengan mengenal diri maka yang baik dipertahankan dan buruk diubah.

Leave a comment