Kami di Seminari Tinggi Santo Mikhael Penfui biasanya menyapa beliau, “Senior!”. Beliau cuma tersenyum. Di kamar makan, bila kami ngobrol tentang sejarah Keuskupan Agung Kupang, beliau dengan rinci menceritakan apa saja yang terjadi di masa lalu. Tokoh sejarahpun beliau ketahui dengan baik, entah nama, profesi, latar belakang, kekhasan yang bersangkutan, maupun apa yang diperbuatnya.
Begitu pula umat Tionghoa di Kupang atau Soe, diketahuinya begitu detail dan diceritakan dengan sangat fasih. Ingatan akan sejarah menjadi kekuatannya.
Saat saya berulang tahun ke-50, tahun 2020, beliau mengucapkan selamat ulang tahun sambil berseloroh, “Sipri, engko ini macam bukan usia 50 tahun, e?” Saya menjawab, “Kalau begitu, menurut Senior, berapa umur saya?” Beliau menjawab dengan muka ceria sambil tertawa, “Engko ini macam umur 35 tahun saja.” Kami tertawa bersama.
Pada suatu kali Senior kami ini berkata tentang oto katana. “Sipri, engko punya katana itu luar biasa, e? Lari macam angin saja. Tiba-tiba sudah di sana. Tiba-tiba sudah di sini.” Saya tersenyum saja mendengar komentarnya.
Dua bulan terakhir Senior melemah. Kami anjurkan ke dokter, tapi dia bertahan tidak mau periksa ke dokter. Tapi kondisi tubuhnya tidak sekuat dulu. Akhirnya dia masuk rumah sakit juga. Meski demikian, kondisi terus menurun, sampai meninggal hari ini, tanggal 31 Agustus 2021, dalam usia 72 tahun 4 bulan.
Senior kami ini telah pergi. Dia telah menyelesaikan dengan baik pertandingannya di dunia ini untuk merebut mahkota surgawi. Selamat jalan, Senior! Bahagia di surga abadi. RIP, RD. Arnold Bria…